Sabtu, 29 Mei 2010

The Broken Violin part II

Malam telah larut, kami tak sabar menunggu hari esok. Berbagai spekulasi kami munculkan. Mulai dari harapan optimistis sampai yang pesimistis. Namun kami harus dapat meredam perasaan yang telah berkecamuk, .....................................................................hingga pagi tiba.

Sang putri sudah terlihat lebih tegar setelah bangkit dari tempat tidurnya. Sang putri sudah mulai bisa tersenyum menyambut rutinitas. Meski masih saja menanyakan kapan benda kesayangannya akan dibawa ke toko untuk diperbaiki. Saya dan suami telah menyanggupinya hari itu akan ditanyakan ke toko.

Detik demi detik berlalu, jam menunjukkan pukul 10.00. Kami sudah parkir di depan toko. Bergegas kami membawa benda kesayangan sang putri ke dalam toko. Tanpa banyak basa-basi saya langsung mengemukaan permasalahan kami pada pegawai toko. Eh.....tanpa dinyana, tanpa disangka, ternyata sebab dari kekacauan biola adalah patahnya kayu kecil pengait antara tempat senar dan body nya.
Maklum, sebelumnya kami sekeluarga tidak pernah pegang biola... Karena itu, penyelesaiannya hanya mengganti kayu kecil tersebut. Cuma herannya para pegawai toko di sana adalah kepatahan yang terjadi. Karena selama ini belum ada yang mengalami "patah", tapi lepas. Apalagi umur biola baru 1 (satu) minggu. Menurut analisa mereka ada 2 (dua) kemungkinan :
(1) Saat menaruh pada tempatnya tidak pas sehingga tertekan di dalam tasnya, dan akhirnya patah
(2) Saat menaruh pada tempatnya tidak memegang body biola tapi tempat senarnya. Analisa ini sangat membantu kami untuk lebih tahu tentang perlakuan sebuah biola.

Tidak begitu lama kami menunggunya. Hanya sekitar 30 menit biola sudah seperti sediakala. Di samping itu biayanya juga sangat murah untuk ukuran umum.

Tak terasa hari sudah sore. Waktunya saya menjemput sang putri di sekolah. Wajah sang putri begitu riang saat keluar dari pagar sekolah. Mungkin dia merasa lega karena pelajaran telah usai. Tanpa kata dia duduk di jok depan. Dan tanpa dia sadari telah bertengger sebuah biola di jok belakang. Saya langsung mengejutkannya dengan menyuruhnya menoleh ke belakang. "Biolanya bisa diperbaiki, Ma?" sahut sang putri kepada saya. Wajah dengan senyumnya tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

Sesampainya di rumah, sang putri langsung memeriksa barang kesayangannya. Dan tak lupa memainkannya. Kali ini sudah tidak terdengar ngiikk...ngiik.. lagi. Yang tertangkap telinga saya adalah, do.., re..., mi..., fa..., sol..., la...., si.... Setelah kejadian itu, sang putri minta biolanya ditaruh jauh dari jangkauan anak-anak. Dia sendiri kalau mengambil harus naik ke atas kursi.

Dan les berikutnya sang putri sudah dapat membawa biolanya kembali. Dia sudah mulai belajar Twinkle-Twinkle Little Star, Lightly Row dan Ibu Kita Kartini. Semoga dia akan terus bersemangat latihan untuk lagu-lagu lainnya yang lebih kompleks.

By: Yunie Sudiro

1 komentar:

Anonim mengatakan...

menarik bu....kasih syang orang tua yg bkin bnyak anak2 iri...hehehh